Minggu, 21 November 2010

PELEMBAGAAN METODE PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH 0leh Muhadi

Peraturan daerah sebagai bentuk formil dan tertulis dari hukum semakin memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik sebagai sarana regulasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, maupun sebagai sarana untuk mengadakan perubahan sosial. Penggunaan peraturan daerah sebagai sarana perubahan tidak selalu membawa dampak yang positif bagi masyarakat yang bersangkutan. Hal ini disebabkan peraturan daerah bukanlah institusi yang berada dalam “ruang hampa” sehingga selalu netral. Keberadaan peraturan daerah tidak steril dari sub sistem kemasyarakatan lainnya, sehingga dalam menyusun peraturan daerah perlu mempertimbangan aspek dan dampak lainnya.
Pelembagaan metode partisipasipatif dan analisa dampak regulasi (regulatory impact assesment) atau yang lebih dikenal dengan penerapan metode RIA, merupakan sebagian jawaban atas tersumbatnya saluran aspirasi yang sering terjadi pada kegiatan penyusunan peraturan daerah. Tidak dapat dipungkiri keterlibatan multistakeholder dalam setiap pengambilan kebijakan oleh pemerintah daerah akan dapat mereduksi disharmoni antara kehendak pemerintah yang pada satu sisi berposisi sebagai regulator dihadapkan pada masyarakat sebagai pihak yang terkena dampak regulasi.
Reformasi dan otonomi daerah tidak dapat dielakkan, memunculkan fenomena baru yang kurang positif di bidang legislasi daerah. Pertama, banyak peraturan daerah yang baru saja disahkan oleh kepala daerah dan DPRD bahkan belum berlaku secara efektif sudah mau diubah bahkan diganti dengan peraturan daerah yang baru, karena tidak implementatif dan menimbulkan masalah sosial baru dalam masyarakat, misalnya peraturan daerah yang mengatur pungutan daerah baik dalam bentuk pajak atau retribusi. Kedua, banyak peraturan daerah yang tidak relevan dengan kebutuhan atau permasalahan yang ada dalam masyarakat misalnya peraturan daerah tentang pembentukan kelembagaaan daerah yang kurang didukung oleh personil, peralatan dan pembiayaannya (3P). Ketiga, banyak peraturan daerah yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan mengancam iklim investasi di daerah atau menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi kegiatan perekonomian. Sumber Depdagri, dalam kurun waktu tahun 2003-2006 saja setidaknya sudah ada 610 peraturan daerah yang dibatalkan.
Dampak selanjutnya dari banyaknya peraturan daerah yang jauh dari rasa keadilan masyarakat adalah, larisnya permintaan judiciel review oleh berbagai pihak terhadap pelbagai peraturan daerah.
Fenomena negatif dalam bidang legislasi daerah ini dapat diminimalisir jika lembaga pembentuk peraturan daerah menggunakan metode partisipatif dan RIA, yakni dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukannya.
Sebetulnya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan daerah sudah diakomodasi dalam hukum positif. Penegasan ini diatur dalam Pasal 139 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2004 serta dianutnya asas keterbukaan dalam kedua UU tersebut. Pasal 53 UU No.10 Tahun 2004 menyatakan bahwa, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang- undang atau rancangan peraturan daerah, namun ironisnya hak tersebut belum dapat diterapkan secara optimal.
Apa dan Mengapa Perlu Partipasi

Partisipasi dapat diartikan sebagai ikut serta, berperan serta dalam suatu kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan peraturan daerah dapat dikategorikan partisipasi politik. Senada dengan hal tersebut oleh (Huntington dan Nelson, : 1994) partisipasi politik diartikan sebagai kegiatan warga negara sipil (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Dua sifat partisipasi atau peran serta masyarakat menurut Cormick (1979), yakni Pertama, konsultatif, dimana peran serta masyarakat dengan pola hubungan konsultatif, maka antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberitahu, dimana keputusan terakhir tetap berada di tangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Kedua, kemitraan dimana pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membahas keputusan.
Partisipasi tidak cukup hanya dilakukan segelintir orang yang duduk dalam lembaga perwakilan saja, mengingat institusi dan orang-orang yang duduk dalam lembaga perwakilan rakyat sering menggunakan politik atas nama kepentingan rakyat, padahal dibalik itu hakekatnya memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompok mereka sendiri. Sisi positif yang dapat diambil dengan partisipasi rakyat secara langsung dalam penyusunan peraturan daerah, misalnya akan terhindar dari peluang terjadinya manipulasi keterlibatan masyarakat dan memperjelas apa yang dikehendaki masyarakat, memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan yang akan dituangkan dalam peraturan daerah serta meningkatkan kesadaran dan ketrampilan politik masyarakat.

Urgensi Partisipasi Masyarakat

Penyusunan suatu peraturan daerah berlangsung dalam struktur sosial tertentu dan dengan demikian merupakan bagian dari proses sosial yang lebih besar. Berangkat dari perspektif yang demikian, maka penyusunan peraturan daerah tidak akan secara otomatis berjalan lancar, ketika struktur sosial dimana pembuatan itu berlangsung tidak demokratis. Dengan kata lain sangat tergantung dari kondisi masyarakat. Oleh sebab itu diperlukan trasparansi dan partisipasi yang lebih besar dalam penyusunan peraturan daerah untuk kemudian dilakukan elaborasi lebih lanjut kedalam prosedur atau mekanisme penyusunannya.
Partisipasi tidak tepat jika hanya dinilai pada tataran seberapa jauh masyarakat terlibat dalam pembentukan peraturan daerah, tetapi hakekatnya seberapa jauh masyarakat terutama masyarakat marginal dan rentan dapat menentukan hasil akhir atau dampak positif dari keberadaan peraturan daerah tersebut.
Oleh karena itu agar partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka pelembagaan metode partisipatif yang dibingkai dalam peraturan perundang-undangan yang mengharuskan masyarakat terlibat dalam pembentukan peraturan daerah menjadi kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AYAH… sudahkah mencoba ngobrol dengan anak-anak? Alhamdulillah jika sudah dan teruskan hal itu sesering mungkin sambil kita belajar terus...